Total Tayangan Halaman

Minggu, 22 Mei 2011


inilah kelas X-2 SMA Siwalima Ambon,,,
kami merupakan kelas yang penuh dengan kehebohan tapi sangat hebat orang orang didalamnya,,, hehehe
dengan ketua kelas yang gokil , maka kelas X-2 menjadi kelas yang penuh warna dan sangat menjaga kedisiplinan,,, ckckckck

personil 17 :

Ketua kelas : Hemi
anggota : Billy, Patty, Dianti, Tyas, Diny, Etvin, Fely, Lyla, Vandi, Marsya, Irfan, Ris, Sami, Satya, jali, dan juga Stella,,,,, :)

Sabtu, 21 Mei 2011

BUDAYA PELA GANDONG DI BUMI MALUKU SEBAGAI BINGKAI PEMERSATU

BUDAYA PELA GANDONG DI BUMI MALUKU SEBAGAI BINGKAI PEMERSATU



Pela gandong merupakan suatu sebutan yang di berikan kepada dua atau lebih negeri yang saling mengangkat saudara satu sama lain. Pela Gandong sendiri merupakan intisari dari kata "Pela" dan "Gandong". Pela adalah suatu ikatan persatuan sedangkan gandong mempunyai arti saudara. Jadi pela gandong merupakan suatu ikatan persatuan dengan saling mengangkat saudara.
Pela gandong sendiri sudah lama ada di Maluku, dan biasanya pela gandong itu terdiri dari dua negeri yang berlainan Agama (Islam dan Kristen). Hal itu tercipta dengan sendirinya karena suatu hal. Seperti halnya negeri Kailolo dan Tihulale yang berada di Kabupaten Maluku Tengah yang pada tanggal 2 Oktober 2009 dihadapan Gubernur Maluku saling mengangkat pela sebagai ikat saudara, konon ceritanya pada zaman pemerintahan kolonial Belanda sudah terciptanya hubungan yang saling menguntungkan antara kedua negeri tersebut yang mana pada tahun 1921 M ketika ada lomba perahu belang yang diadakan oleh pemerintah Belanda di daerah Maluku Tengah kedua negeri tersebut berada dalam satu tim, Dalam satu tim itu kedua negeri berhasil memenangkan perlombaan sehingga timbulah suatu hubungan antara kedua negeri itu dengan akrab, dalam keakraban itu diperlihatkan pada saat negeri Kailolo sedang melakukan pembangunan Mesjid Nan Datu setahun kemudian, kemudian negeri Kailolo mengundang negeri Tihulale dan negeri Tihulale datang tanpa tangan kosong. Mereka membawa sejumlah kayu dan papan yang akan dipergunakan dalam pembangunan Mesjid. Sebaliknya beberapa tahun kemudian negeri Tihulale melakukan pembangunan Gereja Beth Eden, warga negeri Kailolo pun menyumbang banyak keramik. Kejadian barter ini terjadi pada sekitar tahun 1922 dan baru pada tahun2009 kira-kira mencapai 87 tahun kedua negeri ini baru melakukan ikrar sebagai ikatan orang basudara.
Dari kronologis cerita diatas tentang terjadinya suatu pela antara dua negeri yang mayoritas penduduknya berbeda agama kita dapat mengetahui bahwasannya pela itu merupakan suatu unsur dari kebersamaan yang terjalin dalam waktu yang cukup lama sehingga diharapkan kedepannya hubungan orang basudara ini dapat dijadikan bingkai pemersatu orang-orang Maluku, karena dilihat dari segi fisik Maluku merupakan Provinsi kepulauan terbesar di Indonesia sehingga hal itu menyebabkan banyaknya perbedaan agama, suku, dan ras. Namun disisi lain nilai-nilai sakral yang disepakati dalam hubungan pela perlu dijaga dan dipertahankan karena budaya pela gandong ini bisa dijadikan sebagai budaya khas orang Maluku karena dilihat budaya ini tidak terdapat di daerah-daerah lain di Indonesia.
Pasca Konflik yang melanda Maluku (1999-2002) merupakan suatu tragedi yang sangat begitu memilukan bagi orang-orang Maluku. Padahal pela gandong yang terjalin, telah lama terjadi sebelum adanya konflik. Namun konflik tetap terjadi, hal ini membuktikan bahwa nilai-nilai sakral dalam ikatan pela begitu rapuh dengan mudahnya. Maka dari itu Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku diharapkan agar lebih memerhatikan budaya pela yang sudah terjalin sejak lama sebab budaya pela merupakan bingkai pemersatu orang-orang Maluku. Budaya pela gandong itu sendiri merupakan suatu aspek kehidupan sosial yang ada pada masyarakat Maluku sejak lama sehingga perlu dikembangkan.
Pada umumnya budaya pela gandong merupakan suatu tradisi yang ada pada masyarakat, khususnya Negeri Raja-Raja di bumi Maluku dalam menciptakan suatu kebersamaan dan kerukunan antara masing-masing negeri tersebut. Diharapkan dari adanya pela masing-masing negeri tersebut dapat terjalin suatu keharmonisan dalam berhubungan satu sama lain.
Saat ini Budaya pela gandong orang Maluku mulai diupayakan oleh Pemerintah sebagai suatu cara agar diantara masyarakat Maluku yang terlihat berbeda agama, ras, suku sehingga diantara keragaman yang ada dapat terciptanya suatu kebersamaan. Kebersamaan yang ada di harapkan bisa menjadi suatu pendorong terciptanya Maluku yang damai, tentram, dan aman. Tetapi kita sebagai warga masyarakat Maluku tetap tidak bisa berpangku tangan oleh pemerintah, melainkan kita juga harus berusaha dengan cara saling menghargai dan bertoleransi antara umat beragama, suku, dan ras yang mana masyarakat Maluku itu sendiri memiliki banyak keragaman di antara masyarakat.
Keberadaan pela gandong sendiri, kita lihat hanya mencakup daerah Kabupaten Maluku Tengah karena kondisi yang terdapat pada Maluku Tengah yang mayoritasnya Islam dan Kristen. Bukan berarti pela gandong hanya mencakup Islam dan Kristen, namun karena dilihat dari kondisi sehabis masa konflik yang terjadi di Maluku maka pela gandong antara dua negeri yang berlainan agama harus lebih dipererat, karena mungkin dengan cara itu dapat terciptanya suatu kerukunan antara umat beragama.
Sebenarnya kalau kita lihat dengan baik bahwa di daerah Maluku konflik antara masyarakat bukan hanya terjadi karena pemicu persoalan Agama masing-masing, melainkan juga karena adanya perbedaan ras, suku, dan mungkin budaya antara kedua negeri. Negeri yang bertikai karena masalah itu kebanyakan melibatkan dua atau lebih negeri-negeri yang mayoritas penduduknya seagama seperti Islam dan Islam juga Kristen dan Kristen juga kedua negeri yang saling bertikai itu letaknya saling berdekatan atau bersebelahan. Jadi solusinya agar tidak akan terjadi hal seperti itu, pemerintah dapat memberlakukan budaya pela gandong terhadap dua negeri yang penduduknya bermayoritas seagama, sehingga diharapkan dari kedua negeri tersebut dapat saling menghargai satu sama lain dan juga dapat terciptanya suatu kebersamaan yang lebih erat agar Maluku dapat terlepas dari masalah-masalah berupa konflik antara suku, agama, dan juga ras yang mungkin akhir-akhir ini sering terjadi.
Sebagai kata akhir dari tulisan ini budaya pela gandong yang merupakan bingkai pemersatu antara orang-orang Maluku agar lebih diperhatikan dan dilestarikan kebudayaannya sehingga dengan hal ini kita harapkan Maluku bisa menjadi suatu Provinsi yang penuh dengan damai walaupun banyak sekali terdapat perbedaan yang ada pada masyarakat Maluku dan menjadi suatu contoh kepada provinsi-provinsi lain di Indonesia.